Nyi Roro Kidul Versi Keraton Yogyakarta
Menurut beberapa sumber dari
keraton Yogyakarta, Nyi Loro Kidul sebenarnya adalah putra (anak) dari
seorang begawan bernama Abdi Waksa Geni. Ia berasal dari keluarga dengan
dua bersaudara. Saudara kandungnya bernama Nawangsari, sedangkan nama
dia yang sesungguhnya tidak diketahui. Awalnya, sewaktu masih menjadi
manusia biasa Nyi Loro Kidul adalah gadis yang buruk rupa. Sedangkan
saudara kandungnya sangat cantik. Kondisi ini membuat Nyi Loro kidul
merasa minder bergaul dengan orang-orang di lingkungannya. Karena
ayahnya seorang abdi, maka ayahnya selalu mengingatkan ia untuk tidak
bersikap demikian.
Sebagai usaha menghilangkan
perasaan minder itu, ayah Nyi Loro Kidul meminta ia agar mandi dan
bertapa di laut selatan. Pada saat mandi itulah ia didatangi oleh
seorang dewa. Dewa itu menawarinya untuk merubah wajahnya menjadi
cantik, dengan syarat dia harus mau diangkat jadi ratu di pantai laut
selatan. Dengan adanya tawaran itu sang putri mau menerima, karena sudah
terlanjur tidak mau bergaul dengan orang lain. Maka jadilah ia seorang
yang cantik dan menguasai Kerajaan Laut Selatan, seperti yang dipercaya
orang sampai saat ini.
Keterkaitan
antara kerjaan Mataram dengan Nyi Loro Kidul bermula pada saat sang
raja ditawari menikah denganya. Ratu kidul sangat tergila-gila pada sang
raja yang memiliki wajah yang sangat tampan. Pertemuan Nyi Loro Kidul
dengan raja Mataram bermula pada saat sang raja bertapa di pantai
Parangkusumo. Saat bertapa itu ratu Laut Kidul menemui Sang raja. Ratu
Laut kidul menyukai sang raja dan mengatakan bahwa jika raja mau menjadi
suaminya ia berjanji akan membantu menjaga kerajaan mataram sampai
akhir hayatnya, bahkan sampai kiamat. Setelah menikah, sang raja diminta
makan sebuah telur yang di berikan oleh Ratu kidul. Dengan memakan
telor itu, sang Raja akan hidup abadi. Tetapi karena raja adalah seorang
manusia maka dia tidak mau hidup abadi tetapi ingin mati seperti
manusia umumnya, karena dia menginginkan ada keturunnnya yang meneruskan
kekuasaanya.
Sang raja tidak memakan telur
itu yang diberikan ratu, tetapi telur itu diberikan kepada abdi dalem
yang dikasihi. Abdi dalem yang memakan telor pemberian ratu itu kemudian
berubah menjadi raksasa yang menakutkan. Karena raksasa itu menakutkan
maka ia diperintahkan raja agar menjadi penjaga gunung Merapi. Raksasa
kemudian diberinama Kiai Sapu Jagat.
Menurut abdi dalem keraton
Yogyakarta, delapan puluh persen masyarakat Yogyakarta mempercayai
kebenaran cerita Nyi Loro Kidul. Bukti kepercayaan itu dengan
dilaksanakannya kegiatan labuhan yang dilaksanakan setiap tahun di
Pantai Parang Tritis. Kegiatan labuhan ini bertujuan untuk memberikan
nafkah kepada Sang Ratu dari raja. Sebagaimana halnya seorang suami sang
raja wajib memberikan nafkah kepada istrinya. Persembahan yang
diberikan dalam labuhan ini juga berupa makanan dan barang-barang
tertentu yang sudah ditentukan, termasuk pakaian sang raja yang sudah
bekas juga diberikan kepada Sang Ratu.
Nyi Roro Kidul Versi Keraton surakarta
Cerita mengenai Nyi Loro Kidul
bukan hanya diyakini oleh masyarakat Yogyakarta sebagai kota yang sangat
dekat dengan pantai selatan. Tetapi cerita ini diyakini juga oleh
sebagian masyarakat Surakarta, terutama bagi para abdi dalem Keraton.
Nyi Loro Kidul adalah sosok yang sangat diyakini keberadaannya. Menurut
sebagian besar abdi dalem, Nyi Loro Kidul dipercaya sebagai istri Raja.
Sebagai wujud kepercayaan mereka
terhadap keberadaan Nyi Loro Kidul, pihak keraton selalu mengadakan
suatu kegiatan sebagai upacaraa untuk menghormati Sang Ratu. Kegiatan
yang dilakukan adalah kegiatan labuhan yang dilaksanakan di pantai
selatan. Untuk kerajaan surakarta, labuhan dilaksanakan di pantai
Parangkusumo sedangkan labuhan yang dilaksanakan oleh Raja Yogyakarta
dilaksanakan di Parangtritis.
Adanya
kesamaan keyakinan ini ternyata menunjukan adanya kesamaan
latarbelakang sejarah dari kedua kerajaan ini. Dimana antara kerton
Yogyakarta dan Surakarta berasal dari kerajaan Mataram. Sehingga
kepercayaan terhadap keberadaan Nyi Loro Kidul pun sama. Hal ini juga
ditunjukan adanya kesamaan nama-nama tempat sebagai bentuk keyakinan
adanya Nyi Loro Kidul. Di kerajaan Surakarta, kita mengenal suatu tempat
yang dinamakan Tamansari. Di tempat inilah sang raja sering
berkomunikasi dengan Nyi Loro Kidul yang dilakukan setiap malam Suro.
Disamping itu di keraton Surakarta juga mengadakan tari Bedoyo yang
fungsinya sebagai peringatan atau menghibur raja sekaligus memfasilitasi
pertemuan antara raja dengan Sang Ratu. Pada saat dilangsungkannya
tarian ini, Nyi Loro Kidul diyakini ikut serta secara langsung dalam
tarian itu. Bahkan sampai saat ini, orang masih yakin kehadiran Nyi Loro
Kidul dalam tarian yang dipertontonkan itu. Tarian yang dimainkan
sebanyak sembilan orang itu dengan sendirinya akan menjadi sepuluh orang
dan yang satunya diyakini sebagai Nyi Loro Kidul. Tarian ini
dilaksanakan pada hari jumat dan selasa kliwon jam 14.00-15.00.
Bukti kepercayaan adanya Nyi
Loro Kidul juga dapat dilihat dari cerita para abdi dalem. Menurut
kesaksian dari mereka, jika ada orang yang membawa pasir yang berada di
depan pendopo kerajaan, maka orang yang membawa pasir tersebut akan
ditemui oleh Nyi Loro Kidul. Pera abdi dalem mengatakan sering ada
kejadian seperti halnya kesurupan yang diyakini sebagai pertemuan orang
itu dengan Nyi Loro Kidul.
Selain keyakinan akan keberadaan
Nyi Loro Kidul di lingkunan keraton Surakarta, ada juga yang meyakini
akan kekuatan sang ratu terhadap penyembuhan berbagai penyakit. Pasir
yang terhampar di depan pendopo diyakini juga bisa menyembuhkan bagi
mereka yang memiliki penyakit reumatik, darah tinggi, dan penyakit gawat
lainya. Hal ini dikarenakkan pasir yang diambil dan disebarkan
dipelataran pendopo itu diambil dari Gunung Merapi dan Pantai
Parangkusumo. Dimana kedua tempat itu sering disebut sebagai tempat
tinggal sang Ratu Kidul.
Dari beberapa abdi dalem yang
sempat berdiskusi mengenai keberadaan Nyi Loro Kidul pada umumnya mereka
mempercayai keberdaannya, meskipun ada juga yang menyanggah
keberadaannya. Para abdi dalem itu mengatakan sering juga mendengar
adanya orang-orang yang bertemu dengan Nyi Loro Kidul. Pak Ponco
misalnya, ia sudah beberapa kali bertemu dengan Nyi Loro Kidul ketika
berada di depan pendopo. Ia mengatakan Nyi Loro Kidul mirip dengan tokoh
film Susana yang memiliki tahi lalat di pipi kanan. Berbeda denangan
pak Ponco, salah satu guid yang sudah sepuluh tahun mengabdi di Keraton
Surakarta ini justru tidak mempercayai sama sekali keberadaan Nyi Loro
Kidul. Ia hanya mengatakan semua tergantung kepercayaan. Buktinya selama
ia mengabdi tidak sekalipun ia pernah bertemu dengannya.
Nyi Roro Kidul Versi Jawa Barat
Nyi Loro Kidul bukan hanya
dipercaya di daerah Yogyakarta, tetapi juga daerah Jawa Barat. Ada
beberapa perbedaan mengenai asal usul cerita Ratu Laut selatan ini.
Cerita Ratu Laut Selatan versi Jawab Barat dapat kita lihat dalam buku
kumpulan cerita rakyat tulisan Tira Ikranegara dan M.B., Rahimsyah,
berjudul Seri Dongeng Populer Anak Indonesi yang diterbitkan oleh
Pustaka Agung Harapan, Surabaya. Versi tersebut dapat kita lihat pada
cerita berikut ini.
Nyai Ratu Kidul dipercyai
sebagai seorang ratu kidul yang sakti, yang menguasai samudra Indonesia.
Di jawa tengah, dia juga dikenal denan nama Nyi Loro Kidul atau Nyi
Lara Kidul. Pendududuk sepanjang patai selaan pulau Jawa sampai saat ini
masih mempercyai kesaktiannya, bahkan di Parang tritis sebuah objek
wisat, kadang-kadang masih dilakukan upacara yang berkaitan denan Nyai
Ratu Kidul. Tentang asal usul dan riwayat Nyai Ratu Kidul, ada
bermacam-macam versi. Dan yang diceritakn di sini adalah sebuah riwayat
yang berasal dari daerah Jawa barat.
Di kerajaan Pajajaran Purba
bertahlah seorang raja yang bernama Prabu Mndingsari. Baginda dikenal
sebagai raja yang berwajah tampan dan bijaksana dalam pemerintahan,
hingga dicintai segenap rakyat Pejajaran. Prabu Mundingsari sangat gemar
pergi berburu dengan diiringi tamtama atau pengawal. Tetapi hari itu
baginda teresat dan terpisah dari para pengawalnya ketika memburu seekor
kijang. Prbu Mundingsari mencoba mencari pengawalnya. Tetapi, sesudah
menjelajahi rimba itu sampai setengah hari jejak para pengawal itu belum
juga tampak, sehingga baginda Mundingsari semakin jauh tersesat.
Haripun mulai gelap, baginda bermaksud beristirahat.
Karena lelahnya, baginda
Mundingsari tertidur. Dalam keadaan setengah tertidur itu, tiba-tiba
merasa ada seseorang berada di dekatnya. Baginda terkejut dan segera
bangun. Di hadapannya telah berdiri seorang gadis yang sangat cantik dan
tengah tersenyum padanya. ”Oh, siapakah kau....?!” tanya Prabu
Mundingsari keheranan.
”Hanya adalah cucu dari raja rimba ini.... Apakah tuan adalah raja Mundingsari dari Pejajaran?”.
”Ya, aku adalah raja Mundingsari. Ada apa kiranya?”
”Tuanku
tampaknya tersesat dan terpisah dari para pengawal tuanku. Sudilah
kiranya tuanku singgah di istana kakekku sambil beristirahat di
sana....”
Karena undangan tu
disampaikan dengan ramah dari sopan santun, baginda Mundingsari tidak
dapat menolaknya, apalagi orang yang mengundangnya adalah seorang gadis
yang sangat cantik. Raja Pajajaran itupun mengikuti si gadis cantik itu.
Tak
seberapa lama kemudian sampailah mereka pada istana tempat tinggal
gadis itu. Gadis itu segera membawa prabu Mundingsari masuk ke dalam
istana. Mereka disambut oleh seorang raja yang berwajah cukup seram.
Tetapi kata-katanya cukkup ramah.
”Ah...hah...hah...hah...ha
h....!
Prabu Mundingsari, selamat datang di istanaku walaupun tidak seindah
istanamu. Kuharap kau akan betah tinggal di sini..! cucuku mencintai
tuan hingga tiap malam, wajah tuan selalu terbawa mimpi dan bahkan dia
jatuh sakit. Soal terpisahmu dari pengawal tuan tersesat di rimba ini,
akulah yang mengatunya..!”
Prabu mundingsari merasa heran akan kata-kata raja itu. Dia menoleh pada putri cantik itu yang tampak wajahnya kemalu-maluan.
Karena kecantikan putri itu,
lagi pula karena kelemah lembutan putri itu, Prabu Mundingsari segera
jatuh hati pada perempuan itu. Kemudian merekapun menika dan hidup dalam
kebahagiaan.
Baginda tinggal beberapa lama bersama istrinya di istana dalam rimba itu. Hingga pada suatu hari...
“Adinda
rasnya sudah cukup lama kakanda meninggalkan istana Pajajaran. Aku
hendak menjengk kesana dan hendak kulihat bagaiman keadaan rakyatku...”
kata Prabu Mundingsari.
Setibanya
di isana Pajajaran, Baginda disambut dengan isak tangis kegembiraan
oleh permaisuri dan sisi istana, karena sudah berbulan-bulan baginda
menghilang dalam sebuah perburuan. Kemudian, baginda kembali menduduki
tahta Pajajaran dan memerintah sebagaimana sebelumnya.
Beberap
bulan kemudian. Pada suatu malam, baginda terjaga dari tidurnya karena
mendengar suara tangis bayi... BagindaMundingsari segera bangkit, dan
mendatangi sumber suara itu. Maka tampak olehnya sebuah buaian dan di
dalamnya terdapat seorang bayi yang tengah menangis.
Baginda
segera mendukung bayi yang ternyata seorang bayi perempuan. Tiba-tiba
muncul seraut wajah yang dikenalnya sebagai wajah istrinya dari istana
di tengah rimba tempo dulu.
”kakanda
Mundingsari, bayi itu adalah anak kita! Dia kuserahkan kepada kakanda
untuk kau besarkan di kalangan manusia.” kata istrinya itu.
”Di kalangan manusia? Apa maksudmu adinda?” tanya prabu Mundingsari. Tak mengerti.
”sebenarnya bahwa aku dari kalangan siluman...!” sahut istrinya itu
Baginda
prabu Mundingsari merasa heran dan hanya tertegun smapi beberapa saat.
Dia tidak tahu dan tidak menyadari ketika bayangan wajah putri siluman
istrinya itu menghilang.
Demikianlah bayi perempuan itu
akhirnya dipelihara di lingkungan istana dan diberi nama Ratna Dewi
Suwido. Permaisuri baginda Mundingsari merasa tidak senang akan
kehadiran Dewi Suwido di isstana Pajajaran. Dia memperlakukannya dengan
bengis.
Delapan belas tahun kemudian,
dewi Suwido tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik dan sukar
dicari tandingannya. Kecantikannya ituterkenal hingga ke negaranegara
tetangga. Hal ini semakin membuat tak senang hati sang permaisuri.
Apalagi, putrinya tidak secantik Dewi Suwido. Sementara itu sudah banyak
lamaaran dari para pangeran yang bermaksud mempersunting Dewi Suwido.
Hati permaisuri semakin geram. Oleh sebab itu, timbul maksud jahatnya
untuk menyingkirkan Dewi Suwido dari istana.
Dalam mewujudkan maksud jahatnya
itu, permaisuri segera mendatangi seorang ahli tenung yang terkenal
pandai. ”Ah, tuanku permaisuri tidak perlukhawatir! Hal itu bukan
pekerjaan sukar buat hamba,” Kata duun tenung itu.
”Ingat....aku inginkan wajah gadis itu rusak. Hingga seorangpun sudai memandanginya!” pesan sang permaisuri.
Sepeninggal
permaisuri, tukang tenung itu segera malaksanakan permintaan
permaisuri. Pada malam harinya, dia mulai menyebarkan ilmunya.
Keesokan harinya, Dewi Suwido bangun dari tidurnya dan merasa tidak enak di sekuju badanya.
”Ah.
Kepalaku terasa berat. Kuit wajahku pun terasa tebal karena merasa ada
kelainan pada wajahnya, gadis itu berkaca. Dia sangat terkejut melihat
wajahnya dalam kaca yang kini telah berubah menjadi buruk.
”Ah....apakah.... apakah yang berada di dalam cermin itu adalah wajahku? Mengapa jadi demikian?”
Ketika
menyadari bahwa wajah yang berada di cermin itu memang betul wajahnya,
hati Dewi Suwido jadi hancur! Dia menangis terus menerus. Kecantikannya
smaa sekali sudah tak tersisa.
Berhari-hari gadis itu mengurung
diri di kamar, dan tidak mau menjumpai orang. Tetapi, atas
pemberitahuan sang permaisuri, prabu Mundingsari akhinya tahu kalau
DewiSuwido mengidap penyakit yng berbahaya.
”Ah,....
kau mengidap penyakit lepra, anakku. Penyakit itu adalah salah satu
penyakit berbahaya dan dihantui.... Ayahanda merasa menyesal sekali.
Tetapi apa boleh buat, kau akan kuasingkan dari istana...” kata Prabu
Mundingsari ayahnya.
Hati Dewi Suwido semakin remuk
ketika bahkan ayah kandungnya sendiri bermaksud menyingkirkan dan tidak
mau berdekatan dengan dirinya. Baginda Mundingsari segera memerintahkan
beberapa orang pengawal mengantarkan Dewi Suwido ke dalam rimba.
Setiba di tepi riba, para
pengawal tidak mau mengantarkannya lebih jauh. Dengan hati pilu gadis
tiu melanjutkan perjalanan ke dalam rimba seorang diri. Dia masih belum
tahu hendak menuju kemana....! pada akhirnya, Deewi Suwido tiba di
gunung Kombang. Kemudian, dia bertapa di sana dan memohon pada para dewa
agar wajahnya dikembalikan sebagaimana sebelumnya.
Bertahun-tahun dia melakukan tapa, tetapi wajahnya bahkan semakin rusak. Tetapi, pada suatu hari, dia mendengar sebuah suara:
”Cucuku, Dewi Suwido! Kalau kau
ingin wajahmu kembali seperti semula, berangkahlah menuju ke Selatan.
Kau ahrus masuk ke laut selatan dan bersatu dengannya....! dan tak usah
kembali dalam pergaulan manusia!”
Setelah
mendengar suara itu, Dewi Suwido segera berangkat ke arah selatan
seperti yang diperintahkan. Berhari-hari kemudian, tibalah dia di pantai
selatan. Gadis itu merasa ngeri berada di pantai yang curam dan tajam
itu. Tetapi dia percaya akan katakata yang didengar dalam tapanya itu,
yang diperaya sebagaipetunjuk dari para dewa. Dengan penuh kepercayaan
pula Deewi Suwido terjun ke laut dari tebing yang curam.
Setelah muncul kembali dari
dalam air laut, segala penyakit yang menempel pada tubuh Dewi Suwido
telah hilang. Kecantikan Dewi Suwido kembali pada keadaanya semula
bahkan lebih cantik. Menurut kepercayaan penduduk setermpat, Dewi Suwido
masih hidup hingga kini dan menjadi Ratu di laut Selatan, ratu dari
segala jin dan siluman disana.