Apa
jadinya bila anak sendiri dijadikan tumbal iblis untuk memperoleh
kekayaan di muka bumi ini. Kehidupan yang sulit, susah mencari kerja,
patah semangat, ingin mendapat harta secara instan kadang membuat orang
gelap mata. Kita seharusnya tahu bahwa apapun di dunia ini ada yang
mengatur, Tuhan selalu menjaga setiap makhluknya untuk dapat hidup
layak. Akan tetapi apa yang dilakukan Rusdi (nama samaran) bertolak
belakang dari perintah dan kehendak Yang Di Atas.
Semua berawal dari gagalnya
usaha Rusdi mencari pekerjaan, tanpa bekal pendidikan dan ketrampilan
yang dimiliki akan sulit mendapat pekerjaan sesuai yang diharapkan.
Sudah beberapa kali Rusdi membuka usaha, akan tetapi selalu gagal dan
gagal, mungkin yang membuat gagal karena dirinya hobi judi, setiap
mendapat rezeki sedikit saja selalu mencari tempat berjudi. Sekeras
apapun usaha yang dilakukan Rusdi, tidak dapat menolong dirinya, judi
sudah menjadi bagian dari hidupnya. Semua tahu, judi dilarang, akan
tetapi tetap saja secara sembunyi- sembunyi Rusdi melakukannya. Alhasil,
yang didapat tak lain adalah hancurnya keluarga, harapan dan cita-cita
untuk hidup normal seperti kebanyakan orang lainnya.
Dengan rasa gontai ditelusurinya
pematang sawah, Rusdi tidak menyadarinya, semua bisa begini karena
akibat hobi judinya. "Apapun akan aku lakukan asal dapat uang," Rusdi
berbicara sendiri.
Sementara itu istri Rusdi dan
anaknya yang masih berumur 3,5 tahun bingung, sudah dua hari Rusdi tidak
pulang rumah. Beberapa penagih utang berdatangan di rumahnya, kadang
orang menagih sambil marah-marah, karena sudah lama utang tak terbayar.
Rasa bersalah dan takut dirasakan istri Rusdi. Sementara itu Rusdi masuk
hutan mendatangi makam yang ada di tengah hutan.
Menurut kabar angin, yang di
makam di dalam hutan itu dulunya selama masih hidup adalah seorang dukun
jahat yang suka mencelakai orang lain, kejahatanya sudah menjadi
ceritera turun menurun di kampung tersebut. Di atas makam itu berdiri
pohon yang sangat besar, menaungi siapa saja yang di bawahnya.
Rasa lelah membuat Rusdi
tertidur di antara akar-akar pohon, dalam tidurnya Rusdi bermimpi,
bertemu dengan perempuan yang sangat cantik, perempuan itu sanggup
memberikan apa saja kepada Rusdi, tetapi dengan dua syarat, yang pertama
Rusdi harus mau merawat seekor kucing hitam dan harus tidur bersama
kucing itu, syarat yang kedua Rusdi harus mempersembahkan anak
tunggalnya untuk korban kepada penunggu makam tua itu. Tanpa pikir
panjang Rusdi pun menyanggupinya. "Aku sanggup..! aku sanggup..! aku
sanggup..!",Rusdi berteriak, bersamaan itu terbangunlah dia dari
tidurnya.
Di depannya seekor kucing hitam
memperhatikan dirinya. "Nyai, aku akan melakukan apa saja, asalkan aku
dapat kaya raya nyai," Rusdi berteriak –teriak. Tanpa diduga secepat
kilat kucing hitam telah melompat dalam pangkuannya, diam sambil
menjilat-jilat tangan Rusdi. "Pulanglah Rusdi, anak istrimu sudah
menunggumu, mulai saat ini engkau menjadi abdiku, apapun yang engkau
inginkan akan aku kabulkan, tapi ingat, sekali saja engkau
menyia-nyiakan kucing itu, aku akan mengambil nyawamu," terdengar suara
di antara pohon besar itu. "Baiklah, akan aku rawat kucing ini, seperti
merawat diriku sendiri," sela Rusdi.
Sementara itu di rumah Rusdi
sudah berkumpul banyak orang, istri Rusdi menangis sejadi-jadinya. Anak
tunggalnya meninggal tanpa sebab yang jelas. Beberapa tetangga
berdatangan dan mempersiapkan perlengkapan pemakaman, orang yang hadir
di tempat tersebut berbisik-bisik menanyakan keberadaan Rusdi. "Bapak
apa itu, sudah beberapa hari tidak tidur di rumah," timpal warga.
"Memang Pak Rusdi itu orang tua yang tidak bertanggung jawab, tahunya
hanya judi melulu," terdengar suara ibu yang lain.
Dalam perjalanan pulang, Rusdi
dibuat binggung, beberapa orang menyongsong kedatangannya, bahkan ada
yang mengatakan dirinya harus sabar dan tawakal menghadapi cobaan.
Dilihatnya rumahnya telah dipenuhi tetangga-tetangganya. "Ada apa ini,"
suaranya lirih. Begitu melihat anaknya telah tiada, rasa sedih tak
tertahankan. Dalam hati Rusdi mengaku, bahwa kematian anaknya adalah
akibat perjanjiannya dengan penunggu pohon di tengah hutan itu.
Beberapa bulan kemudian
perekonomian Rusdi melonjak dengan sangat cepat, rumah yang dulunya dari
papan kini berubah menjadi gedung yang sangat megah dengan tembok yang
dikelilingi pagar. Tampak dua buah mobil terparkir di serambi rumah,
baju yang dulunya kumal berubah menjadi jas yang selalu berganti-ganti.
Di rumah Rusdi juga terdapat ruangan khusus untuk menempatkan sesajian
yang diperuntukkan kepada kucing hitam yang dia bawa dari hutan. Segala
yang diinginkan keluarga ini tercapai sudah, uang tidak menjadi masalah.
Apa yang didapat Rusdi secara
cepat, membuat para tetangganya menaruh curiga, apalagi Rusdi tidak
punya pekerjaan tetap, yang lebih menyedihkan lagi di malam–malam
tertentu sering terdengar anak kecil memanggil–manggil nama Rusdi, siapa
lagi kalau bukan anaknya yang telah meninggal beberapa bulan yang lalu.
Melihat hal yang janggal itu,
atas kesepakatan warga yang lain dilaporkan kepada kepala desa setempat.
Mendapat laporan dari warganya, lurah desa Burhadi menyatakan kepada
warganya untuk tidak terlalu berprasangka buruk dulu dan diharapkan
warga tenang, dia akan menyelidiki apakah yang dilakukakan keluarga
Rusdi keluar dari kaidah agama.
Walaupun Rusdi berusaha menutupi
perbuatan maksiatnya, tetap saja beberapa tetangganya mengetahuinya.
Sepandai- pandai tupai melompat akhirnya jatuh jua. Diam–diam beberapa
warga memperhatikan setiap langkah yang diperbuat Rusdi. Melalui
pembantunya apa yang telah diperbuat Rusdi mulai terkuak. "Benar Pak
Lurah, juragan saya itu kalau makan dan tidur bersama kucing hitam, dan
ada satu kamar yang khusus digunakan untuk sesaji, tidak boleh siapapun
masuk kamar pribadi itu," tutur pembantu Rusdi.
Akan tetapi sebelum Lurah dan
warga desa bertindak, terdengar khabar bahwa juragan Rusdi meninggal
digigit binatang buas. Banyak orang yang tidak percaya, di desa tersebut
tidak ada binatang buas yang ada hanya hewan sebangsa anjing, kucing
peliharaan pendududk desa.
Berita meninggalnya juragan
Rusdi cepat tersebar luas di kampung tersebut, beberapa orang
bertanya–tanya, apa penyebab juragan yang kaya raya itu meninggal.
Dua hari setelah pemakaman
Rusdi, Miarsih, istri Rusdi mendatangi lurah desanya. "Ampun Pak Lurah,
suami saya meninggal saya penyebabnya, itu semua terjadi karena suami
saya telah tega mengorbankan anaknya untuk tumbal mencari kekayaan.
Kucing hitam yang ada di rumah saya itu yang membuat suami saya berbuat
begitu. Terpaksa saya pukul dengan balok kayu hingga mati, akan tetapi
ternyata matinya kucing itu membawa nyawa bagi suami saya," tutur
Miarsih istri Rusdi.
Mendengar keterangan itu, Kepala
desa tidak dapat berbuat apa-apa. Apa yang diperbuat Rusdi telah
mendapat ganjarannya. Dari kejadian itu dapat menjadikan contoh warga
desa yang lain, bahwa apa yang didapat dari yang tidak wajar, hanya
membawa kesenangan sesaat dan berakhir penyesalan berkepanjangan.
Para tetangga Rusdi di hari-hari
tertentu sering mendengar suara Rusdi sedang menangis minta tolong,
tangisan Rusdi menyayat hati, minta ampun pada anak dan istrinya. Tetapi
kejadian itu sudah menjadi kisah bagi warga desa. Kini Rusdi tinggal
empertanggungjawabkan perbuatanya selama hidup di dunia di hadapan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar