Hujan
deras mengguyur kotaku sedari tadi. Padalah siang barulah berjalan
separuhnya. Rasanya alam sedang tak berkompromi dengan perutku yang
lapar melilit tak karuan. Dari pagi belum terisi makanan apapun selain
kopi sisa semalam dan satu gelas lagi traktiran teman. Ahhh…seandainya
aku bisa memilih ditraktir apa dan dimana.. Tapi selain itu tak sopan,
mana boleh juga menolak rejeki..,mungkin inilah rejekiku hari ini. Aku
sungguh malu sekali…tak ada yang bisa kubagi hari ini.
Rasanya
kalau tak ingat malu, aku ingin berlari meninggalkan kota ini. Kalau
aku tak punya mimpi..mungkin dari dulu aku sudah kalah. Tapi aku merasa
ada banyak hal yang belum aku selesaikan. Ada dosa-dosa menggunung yang
masih harus kumintakan ampunan. Ada mimpi-mimpi yang menari-nari di
setiap malamku. Ada hati yang harus kujaga dan kuperjuangkan. Ada
kebanggaan yang ingin kujunjung di semua alamku. Agar terhenti semua
tawa yang menghina. Agar ku genggam erat semua tangan yang merangkulku.
Masih
ingat saat aku menginjakkan kakiku ke tempat ini. Hanya sebuah koper
tua warisan ayahanda. Lorong yang dikanan kirinya pintu kamar berhias
lampu kuno menambah tua bangunan yang kini menjadi sesuatu yang kusebut
rumah. Bau aneh yang tidak bisa kudefinisikan dulu, kini bahkan tak
kurasakan lagi. Hidung ini sudah terbiasa rupanya. Bahkan nyamuk-nyamuk
yang dulu berebut darahku, kini juga merasa prihatin dengan badanku yang
semakin kurus kering. Atau darahku tak lagi manis?? Terlalu banyak
berlauk ikan asin. Ahh…,nyamuk itu pun kasiani aku. Sungguh sial aku..!
Suatu waktu pernah kuteriaki para nyamuk itu. Tentu saja saat aku lagi
baik hati.. “Muk..nyamuk…!!cepatlah makan darahku saja saat ini, nanti
kalian akan merinduku. Karena saat aku sukses dan gemuk lagi.. akan
kutinggalkan tempat ini.. !!”
Sudah
lupa aku berapa lama angan-angan hanya sekedar rencana.. sampai aku
mengenal seseorang. Tubuh kurus kering yang mengenaskan dari pada
tubuhku yang juga kurus itu. Bukan berasal dari kurang makan atau
kehabisan dana. Itu hasil terlalu berfikir.. manusia mana tak habis
badan jika semua beban hati ditelan sendiri? Aku saja tak sanggup
membayangkan. Mungkin aku sudah meledak seperti tabung gas LPG 3 Kg yang
sekarang marak diberitakan. Tapi tubuh cekingnya itu bertolak belakang
dengan gayanya yang gesit. Macam lalat yang seakan punya tiga nyawa.
Sungguh menipu..
Hari
ini dia bangun lebih pagi dari biasanya. “Nyari rejeki ekstra bos!”
katanya seakan menjawab pertanyaanku yang tak keluar dari kepalaku.
Mungkin pandangan mata heranku sudah cukup merupakan pertanyaan. “hmm…”
aku tersenyum berbasa-basi membalasnya. “Sumanto!” masih kuingat waktu
setengah tahun yang lalu dia datang ke tempat ini. Tas ransel doreng
mirip tas-tas tentara di punggungnya. Nampak sangat terlalu berat untuk
ukuran tubuhnya. Tentu dia bukan kanibal meski namanya mirip. Bahkan dia
sepertinya vegetarian. Belum pernah kulihat dia makan nasi berlauk ikan
ato daging. Hanya tempe ato tahu… laen hal… jika ikan teri itu juga
digolongkan daging.
Jauh
setelah hari hujan itu, saat aku sadar bahwa Sumanto bukan seorang
vegetarian. Itu karena beberapa kali dia mengoleh-olehi aku daging ayam.
Sampai pikiran iriku hampir mengatakan bahwa Sumanto yang kukenal ini
sama dengan Sumanto si kanibal itu. Masalahnya tubuhnya jauh lebih
gemuk..dan senyumya lebih mengembang karena pipinya lebih gembul.
Bukankah antara lain karena dia sudah makan daging??! Ahh..tentu saja
itu karena pikiran burukku saja.. Hari itu hari saat aku sedang
memperbarui rencana masa depanku. Aku sedang menyusun strategi baru.
Karena strategi yang lalu sudah usang tidak mungkin dilaksanakan karena
waktunya sudah tidak tepat. Sudah kadaluarsa alias karatan. Makanya aku
pikir..perlu rencana baru yang lebih modern.
Tiba-tiba
pintu kamarku diketuk seseorang.. Tas ransel doreng menjulang disangga
bahu kekar.. itu Sumanto. “Ada apa? Kau mau kemana?” tanyaku langsung..
“Aku mau pamit bos.. mau pindah, Alhamdulillah.. Aku sudah nyicil rumah”
jawabnya santun dengan senyum ramah. “Alhamdulillah…kapan kau mulai
tempati rumahmu itu To?” tanyaku lagi.. “Besok bos, barangku tak banyak
juga. Cuma baju dan radio tua, aku kesini mau pamitan bos..” katanya
malu-malu. “Knapa mendadak To..?”, “Gak mendadak bos, sebenarnya sudah
lama aku kepengen pindah dari tempat ini”. “Hebat kau To.. selamat ya?!”
“hihihi…macam apa dikasih selamat bos.. tapi terima kasih jugalah aku
bos” “Ternyata kau lebih dulu meninggalkan tempat ini To.., aku harap
aku segera menyusulmu meninggalkan tempat ini.” “Bos pati bisa lah..
malah akukan yang ngajari juga bos..” “Ngajari bagaimana to To?” tanyaku
semakin penasaran. “Ya..bos kan yang ngajari aku untuk selalu
bermimpi.. Untuk selalu memupuk mimpi-mimpi kita bos..” lama aku
terdiam… bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Aku semakin tak
mengerti..apa yang beda antara aku dan Sumanto. Kami sama-sama
bermimpi.. tapi … ahh… aku tak mengerti. “Sudah ya bos.. aku pamit
dulu.. aku masih akan sering ke sini kok bos.., aku tentu saja tak akan
lupa tempat ini. Apalagi sama bos!” ** hening.. kami bersalaman..
Saat
tubuhnya memunggungiku.. kuberanikan mulutku bertanya pada orang ini,
pada orang yang secara pendidikan formal tak jauh lebih tinggi dari
aku.. pada orang yang selalu memanggilku bos. “To..apa yang kurang dari
mimpiku???” tanyaku hampir berteriak. Langkahnya terhenti dan dia
membalikkan tubuhnya menghadapku. “Aku tak tahu bos.. saat bos
mengajariku bermimpi.. aku hanya menurut saja. Aku mimpi setinggi yang
aku inginkan. Lalu setiap pagi saat aku bangun tidur.. Aku ucapkan
‘Bismillahirrahmanirrahim…dengan Nama Mu Ya Rahim.. ijinkan aku
mewujudkan mimpi-mimpiku hari ini..’”, begitu saja bos…
Aku
mengangguk.. kuangkat jempol kananku padanya.. lalu kubilang “Tunggu
aku kawan! Aku akan berlari wujudkan mimpiku”. Hari itu setelah kulihat
dia pergi.. kuambil wudhu.. lalu setelah sholat kuraih ranselku. Aku tak
jadi mengatur rencana baru. Aku hanya perlu menjalankan mimpiku..
Bismillah.., dengan nama-Mu Yaa Rohim..
The End..
** inspired oleh sebuah lagu
Hidup ini.. sederhana, berani bermimpi.. lalu mewujudkannya.. -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar