Bau
solar ini sangat menyengat. Goncangan bus semakin mengocok perutku.
Sekarang aku hanya bisa mengutuki diriku sendiri, menyesal mengisi
perutku hanya dengan secangkir kopi pagi ini. Matahari pagi ini juga
terik. Menyeruak seakan marah menembus kaca bus. Kutarik tirai yang
berwarna merah maroon, warna yang tak biasa untuk ukuran bus ekonomi
(begitu pikirku). Bus berhenti di lampu merah, dan kulihat seorang
pedagang asongan naik. Bukannya segera menjajakan dagangannya, tapi
malah duduk di bangku yang kosong.
Sepagi ini wajahmu telah lelah
Jiwa tak boleh goyah
Ayo terus langkah
Tendang keluh kesah
Jiwa tak boleh goyah
Ayo terus langkah
Tendang keluh kesah
Bukan saatnya menyerah
Ingin
kukatakan narasi ini padanya, ahh..tapi apa ya dia mengerti? Aku
tertawa sendiri. Lalu kembali gelisah..ini bus lama sekali. Kulihat jam
yang ada di HP-ku, dan pada saat itu pula HP itu bergetar. 1 message received, kubuka dan kubaca.
“kau sampai mana? Kira-kira nyampai jam berapa?”
Sedikit panik aku mengetuk-ngetuk kakiku. Mengetik sort message setelah menekan tombol reply.
Belum sampai satu kalimat kuhapus lagi semua yang sudah aku tulis.
Mengetuk-ngetukkan tanganku ke pangkuanku sendiri sekarang. Berpikir apa
yang harus kukatakan atas keterlambatanku kali ini. Ahh…sekarang tak
hanya perutku yang ku kutuki, tapi ini juga. Kuputuskan untuk menelpon
saja.. agak ragu aku memencet nomor yang tadi mengnirimiku sms. Nada
sambung…dan akhirnya diangkat. “hallo,kau dimana?” kata suara disana
kepadaku. “Dengar..sepertinya aku harus jujur padamu. Aku terjebak
macet. Dan sekarang masih di dalam bus menuju kesana. Kau marah?”
tanyaku tak lebih dari harapan. “Kau tenang saja, pastikan saja kau
datang tepat waktu. Semua tergantung dirimu sendiri. Oke?” “aku mengerti
maksudmu, aku berusaha.. dan sekarang aku hanya bisa berharap Tuhan
memberiku sedikit waktu” kututup teleponku tanpa berpamitan. Aku tahu
tak akan ada yang tersinggung dengan itu. Kami sudah terbiasa seperti
itu. Apalagi dalam keadaan gusar seperti ini.
Waktu..
Hentilah sejenak untukku
Beri aku ruangmu
Demi itu…
Hentilah sejenak untukku
Beri aku ruangmu
Demi itu…
Bus sudah lepas dai kemacetan. Tapi hatiku tak mau berhenti berdetak galau. Tuhan..tolong aku… (aku
berdo’a lirih hampir terdengar samar). Penumpang disampingku keliatan
ikut tak nyaman melihat keresahan yang tampak olehku. Kulihat
keinginannya untuk mengajakku berbicara. Tapi aku mengelak dengan
membuang pandanganku keluar jendela. Maaf..aku sedang tak ingin
mengobrol. Aku hanya akan terdengar konyol dalam keadaan marah karena
frustasi semacam ini. Kenek bus meneriakkan nama sebuah terminal. Aku
terhenyak bangkit dan langsung bersiap di pintu keluar.
Jangan!
Jangan pergi dulu.
Ini aku
Berlari mengejarmu
Berhenti disitu.
Hentikan sejenak langkahmu
Samakan dengan langkahku
Jangan pergi dulu.
Ini aku
Berlari mengejarmu
Berhenti disitu.
Hentikan sejenak langkahmu
Samakan dengan langkahku
Begitu
bus berhenti, aku segera berhambur turun dan berlari menuju depan peron
terminal. Kupencet tombol redial di HP-ku. Langsung diangkat.. “Aku
sampai” aku menyela sebelum orang diseberang sana bicara. “hampir telat”
katanya. “tapi aku tidak telat kali ini” jawabku bangga terlebih lega.
“Tak semudah itu, kau harus lebih baik dari itu” katanya, “Maksudmu?”
tanyaku mulai tak sabar dan mulai marah. “Sabar..bukankah kita sudah
sepakat?” tanyanya tak memerlukan jawaban. “Kita tak pernah menyepakati
apapun” jawabku protes dan emosi. “ Kesepakatan tak harus di ucapkan
kan? Dan kau bilang kau harus mendapatkan ini” aku tak tau ini
pertanyaan atau pernyataan untukku. “Sudahlah! Katakan saja maumu. Lalu
kita selesaikan” kataku hampir berteriak. “Kenapa kau lakukan
ini?”tanyanya sedikit rapuh. “Aku tak punya alasan” jawabku. “Kau harus
punya” jawabnya tak mau kalah. “ Akan kukatakan kalau kau menemuiku
disini. Sekarang!!” aku sangat kesal dan marah, hampir kubanting HP di
genggamanaku. Terdengar hening di seberang sana..beberapa saat kami tak
saling bicara. Aku mulai menguasai keadaan. Lalu bertanya
padanya..”Kenapa?” “Aku tak tahu” jawabnya. “Begini saja…”
tut..tut..tut… nada terputus. Tak terdengar apapun dari benda sialan
ditanganku itu. Kupencet radial lagi. Tak ada nada sambung, yang
terdengar hanya rekaman suara menyebalkan operator yang memberi tahu
untuk menghubungi nomor itu beberapa saat lagi. Aku mencari sandaran..
lama tatapanku kosong. Lalu kuketik sort message :
“Kita
sama tahu semua sudah berubah. Kita tak perlu alasan apapun. Aku disini
tak kemana. Kembali kesini dan hadapi semua. Kau tahu harus mencariku
kemana”
Message sent….
-The End-
NB:-Terinspirasi
atas lembar ucapan terima kasih dari novel karangan Tamara Geraldine
yang juga pernah kudengar dari seorang sahabatku. “kadang mengejar
tujuan adalah dengan jalan berlari pulang” .-Mungkin aku tak akan menemukan apapun disana, tapi disanalah aku mulai bermimpi..dan berharap disanalah kutemukan sisa mimpi-mimpiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar